Jumat, 19 Juni 2020

Berangkat Siang, Ternyata Kereta Sepi Penumpang





Sesudah 3 bulan semakin tidak naik kereta, pada akhirnya saya naik . Menyengaja jalan cukup siang untuk hindari "panorama yang mengerikan" sama seperti yang saya melihat tempo hari.

Tempo hari, saya menggagalkan gagasan kontrol saya ke radioterapi RSCM sebab memperoleh laporan-laporan dari mass media serta sosial media tentang melonjaknya penumpang.

Takut menyaksikannya. Terjerat dalam keramaian beberapa orang tanpa ada jaga jarak, siapa yang dapat jamin saya aman saja? Ditambah saya punyai kisah penyakit keganasan.

Jadi saya putuskan jalan cukup siang. Dengan bekal alat pelindung diri berbentuk masker serta sarung tangan ikuti perintah suami, saya meluncur ke stasiun citayam diantar suami gunakan motor.

"Berhati-hati bun, ingat menjaga jarak," kata suami cocok sampai di stasiun. "Iya," kata saya sambil mencium punggung tangannya yang tertutup sarung tangan.

Saat saya masuk, situasi sepi. Petugas pun tidak mencek temperatur badan saya, tidak bertanya-tanya saya ingin ke mana, serta keperluannya untuk apa. Tidak seperti instruksi yang saya baca.

Di gerbong sepi. Saya sampai memikir sesaat ingin duduk dimana. Disana? Di sini? Disana? Saya terasanya naik kereta premium. Ih mengapa jadi norak ini. Saya seperti baru lihat dunia saja.

dokpri Sesudah berjalan kaki dari stasiun Cikini, sekalian melihat-lihat adakah perkembangan di selama jalan ini, sampai saya di RSCM. Situasinya sepi. Lengang. 

Tumben, tidak ramai seperti umumnya. Apa banyaknya pasien dibatasi? Atau sebab saya yang tiba telah siang saja? Tetapi walau siang, pasien umumnya masih ramai kok.

Cara Daftar Agen Sabung Ayam Online

Pintu masuknya bukan jalan sama seperti yang biasa saya lalui. Koridornya ditutup. Jadi saya balik arah ke pintu masuk penting. Di sini oleh petugas yang kenakan pakaian APD, saya hanya dilihat temperatur yang tercantum 36,2 derajat selsius.

Saya tidak diberi pertanyaan-tanya situasi kesehatan saya seperti pertanyaan "apa saya batuk?", "apa tenggorokan saya sakit?", "apa saya sesak napas?", "apa saya sempat contact dengan pasien Covid-19?"

Benar-benar tidak sama saat saya kontrol di RS Hermina Depok. Sebelum saya masuk ke rumah sakit serta telah ada dalam ruang nantikan, saya harus ikuti beberapa prosedur kesehatan.

Apa sebab saat ini kita tengah jalani babak "new normal"? Entahlah. Lalu tangan saya oleh petugas diberi stempel. Entahlah apakah yang tercetak. Tidak bisa dibaca oleh saya. Warnanya tipis. Saya lihat seperti tercatat "dewas", kemungkinan "dewasa"?

Lalu saya telusuri koridor ke arah radioterapi. Saya lalui sisi radiologi. Situasinya sepi. Betul-betul lengang. Ah tidak seperti umumnya. 

Jadi kelihatannya saya tidak perlu menanti lama. Sesudah mendapatkan nomor antrean, saat berkas tengah disediakan petugas, serta waktu dibagian admisi, semua mekanisme itu cuma memerlukan waktu 20 menit. Tidak ada drama lewat antrean panjang.

Waktu nama saya dipanggil dokter juga saya tak perlu menanti kelamaan. Saya suka. Bermakna saya dapat hindari "panorama yang mengerikan" di kereta di waktu jam pulang kantor (?).

dokpri Alhamdulillah kepentingan saya di RSCM usai sebelum jam 14. Sesudah menuntas shalat dzuhur, saya juga pulang dengan nyaman serta hati riang, tentu saja. Langkah kaki saya berasa memiliki irama.

Previous Post
Next Post